Selasa, 12 November 2013

Openminded


Menyeimbangkan Hardskill dan Softskill dengan Openminded


Antara hardskill dan softskill keduanya penting, tapi yang paling penting adalah openminded (Fajar Purnama).

Hardskill merupakan kemampuan diri untuk menyelesaikan suatu persoalan yang didasari oleh teori dan materi yang didapat. Sedangkan Softskill adalah sebuah keahlian berinteraksi dengan dunia luar yang didapat dari pengalaman. Dan di zaman yang serba terbuka ini, kebutuhan akan tenaga kerja yang memiliki profesionalisme dan pengolahan skill yang berbasis kemampuan sudah merupakan tuntutan.

Jika diberikan pilihan antara hardskill dan softskill, kebanyakan orang tidak akan bisa memilih salah satu diantaranya, mereka mengatakan antara hardskill dan softskill harus seimbang karena hardskill dan softskill merupakan hal mendasar yang harus dimiliki jika ingin menjadi individu yang unggul.

Di Amerika, hardskill merupakan element yang paling dicari karena di negara itu sikap disiplin dan tingginya moral telah menjadi kebiasaan. Sedangkan di Indonesia, sikap disiplin dan moral tinggi seperti di Amerika belum menjadi kebiasaan bahkan jarang ditemukan. Oleh karena itu, pengembangan softskill di Indonesia harus digali terlebih dahulu. Jika softskill telah menjadi kebiasaan maka hardskill akan didapat dari berbagai media seperti media sosial dan ajang berdiskusi sehingga antara hardskill dan softskill akan seimbang.

Menurut SSSSS, Selaku ketua BPMFT yang baru saja dilantik, softskill adalah hal pertama yang harus dipelajari. “menurut saya, softskill itu yang pertama dipelajari karena kita perlu melatih moral lebih dulu, baru setelahnya hardskill mengikuti,” ungkapnya.

Tetapi salah satu Mawapres (Mahasiswa Berprestasi) 2013, Fajar Purnama mengungkapkan bahwa tingginya hardskill yang dia miliki tidak menghambat bertumbuhnya softskill dalam dirinya sehingga menjadikannya pribadi yang tertutup. Seringnya mengerjakan tugas kuliah seorang diri tidak membuatnya dijauhi oleh teman sekelasnya, justru karena diketahui dia bisa menyelesaikan tugas dengan baik, teman-temannya mulai mengajaknya berdiskusi untuk menyelesaikan tugas kuliah terebut. Dari ajang diskusi inilah Fajar mendapatkan pengetahuan baru tentang bagaimana bersosialisasi dengan teman-teman dikampusnya. “Mengajari teman-teman saya sekaligus diskusi itu juga meningkatkan pengetahuan saya. Begitulah bagaimana saya dapat berteman dengan teman-teman saya dilingkungan kampus. Dari awalnya tidak punya teman, berkat sering membantu mereka menyelesaikan masalah saya akhir bermain dengan mereka tiap kali ke kampus. Jadi hardskill membantu untuk meningkatkan softskill,” paparnya. Tetapi dengan openminded, hal sebaliknya bisa saja terjadi yaitu softskill membantu meningkatkan hardskil.

Fajar Purnama menegaskan bahwa meskipun hardskill dan softskill merupakan hal yang sangat penting, tapi bersikap openminded (terbuka) jauh lebih penting, artinya bisa menerima pendapat orang lain dengan tetap berpegang teguh pada keyakinan sendiri. “Menerima sesuatu tanpa memandang latar belakang dan status, selalu berprasangka baik, dan menerima segala perbedaan. Secara kasar artinya dapat menerima pendapat orang lain, dapat bergaul dengan siapa saja, tetapi tetap berpegang teguh terhadapap keyakinan kita,” ungkapnya. Dengan demikian antara hardskill dan softskill akan mendukung satu sama lain.


Mencari hardskill sebanyak mungkin terlebih dahulu sebelum menggali potensi softskill atau sebaliknya, itu semua tergantung dari masing-masing individu. Yang jelas, keduanya sangat penting untuk bisa diseimbangkan. Tapi keseimbangan itu tidak akan didapat apabila seorang individu tidak memiliki rasa openminded (terbuka). 

0 komentar:

Posting Komentar