Menyeimbangkan Hardskill dan Softskill dengan Openminded
Antara hardskill dan
softskill keduanya penting, tapi yang paling penting adalah openminded
(Fajar Purnama).
Hardskill
merupakan kemampuan diri untuk menyelesaikan suatu persoalan yang didasari oleh
teori dan materi yang didapat. Sedangkan Softskill adalah sebuah
keahlian berinteraksi dengan dunia luar yang didapat dari pengalaman. Dan di zaman
yang serba terbuka ini, kebutuhan akan tenaga kerja yang memiliki
profesionalisme dan pengolahan skill yang berbasis kemampuan sudah
merupakan tuntutan.
Jika diberikan pilihan
antara hardskill dan softskill, kebanyakan orang tidak akan bisa
memilih salah satu diantaranya, mereka mengatakan antara hardskill dan
softskill harus seimbang karena hardskill dan softskill merupakan
hal mendasar yang harus dimiliki jika ingin menjadi individu yang unggul.
Di Amerika, hardskill
merupakan element yang paling dicari karena di negara itu sikap disiplin dan
tingginya moral telah menjadi kebiasaan. Sedangkan di Indonesia, sikap disiplin
dan moral tinggi seperti di Amerika belum menjadi kebiasaan bahkan jarang
ditemukan. Oleh karena itu, pengembangan softskill di Indonesia harus
digali terlebih dahulu. Jika softskill telah menjadi kebiasaan maka
hardskill akan didapat dari berbagai media seperti media sosial dan ajang
berdiskusi sehingga antara hardskill dan softskill akan seimbang.
Menurut SSSSS, Selaku ketua BPMFT yang baru saja dilantik, softskill
adalah hal pertama yang harus dipelajari. “menurut
saya, softskill itu yang pertama dipelajari karena kita perlu melatih
moral lebih dulu, baru setelahnya hardskill mengikuti,”
ungkapnya.
Tetapi salah satu
Mawapres (Mahasiswa Berprestasi) 2013, Fajar Purnama mengungkapkan bahwa tingginya
hardskill yang dia miliki tidak menghambat bertumbuhnya softskill dalam
dirinya sehingga menjadikannya pribadi yang tertutup. Seringnya mengerjakan
tugas kuliah seorang diri tidak membuatnya dijauhi oleh teman sekelasnya,
justru karena diketahui dia bisa menyelesaikan tugas dengan baik,
teman-temannya mulai mengajaknya berdiskusi untuk menyelesaikan tugas kuliah terebut.
Dari ajang diskusi inilah Fajar mendapatkan pengetahuan baru tentang bagaimana bersosialisasi
dengan teman-teman dikampusnya. “Mengajari teman-teman saya sekaligus diskusi
itu juga meningkatkan pengetahuan saya. Begitulah bagaimana saya dapat berteman
dengan teman-teman saya dilingkungan kampus. Dari awalnya tidak punya teman, berkat sering membantu mereka menyelesaikan masalah saya
akhir bermain dengan mereka tiap kali ke kampus. Jadi hardskill membantu untuk meningkatkan softskill,” paparnya. Tetapi dengan openminded,
hal sebaliknya bisa saja terjadi yaitu softskill membantu
meningkatkan hardskil.
Fajar Purnama
menegaskan bahwa meskipun hardskill dan softskill merupakan hal
yang sangat penting, tapi bersikap openminded (terbuka) jauh lebih
penting, artinya bisa menerima pendapat orang lain dengan tetap berpegang teguh
pada keyakinan sendiri. “Menerima sesuatu tanpa memandang latar belakang dan
status, selalu berprasangka baik, dan menerima segala perbedaan. Secara kasar
artinya dapat menerima pendapat orang lain, dapat bergaul dengan siapa saja,
tetapi tetap berpegang teguh terhadapap keyakinan kita,” ungkapnya. Dengan
demikian antara hardskill dan softskill akan mendukung satu sama
lain.
Mencari hardskill
sebanyak mungkin terlebih dahulu sebelum menggali potensi softskill atau
sebaliknya, itu semua tergantung dari masing-masing individu. Yang jelas,
keduanya sangat penting untuk bisa diseimbangkan. Tapi keseimbangan itu tidak
akan didapat apabila seorang individu tidak memiliki rasa openminded (terbuka).
0 komentar:
Posting Komentar